Indonesia tengah digerogoti berbagai macam penyakit kronis. Degradasi moral, lupa sejarah dan identitas, kemerosotan karakter, redupnya jiwa nasionalisme sampai pada paham radikalisme senantiasa mengancam keutuhan bangsa serta berbagai macam persoalan lain yang kian menumpuk. Tanpa terkecuali bidang pendidikan, kesehatan, ekonomi, politik, sosial budaya masih menyisakan sejumlah masalah akut yang perlu penataan mendesak.
Bidang
pendidikan yang diharapkan menjadi wadah untuk menempa kualitas manusia Indonesia
masih memprihatinkan. Kesenjangan antar sekolah di perkotaan dengan pedesaan dalam
hal infrastruktur, kelengkapan sarana dan prasarana penunjang pembelajaran yang
belum memadai sampai pada pemerataan sebaran guru diseluruh pelosok negeri masih
menjadi momok yang belum tertangani. Tidak heran jika kualitas yang dihasilkan
berbanding terbalik dengan kuantitas yang dicapai.
Luas
wilayah dan besarnya jumlah penduduk kadang dijadikan alibi sebagai salah satu konsekuensi
yang menghambat pembangunan sumber daya manusia. Padahal beberapa negara yang
juga berpenduduk besar seperti Brazil, Rusia, India dan China memperlihatkan capaian
Indeks Pembangunan Manusianya (IPM) tergolong tinggi. Sementara IPM Indonesia
sendiri masih berada pada posisi 111 dari 189 Negara (laporan HDI tahun 2019).
UUD
1945 pasal 31 yang menjadi landasan utama dalam penyelenggaraan Pendidikan di
Tanah Air sangat banyak memberikan pengaruh besar terhadap peningkatan sekolah
secara kuantitatif. Ayat (2) menegaskan bahwa “setiap warga negara wajib
mengikuti pendidikan dasar dan pemerintah wajib membiayainya”. Kemudian
dikuatkan melalui ayat (4) bahwa “negara memprioritaskan anggaran pendidikan
sekurang-kurangnya dua puluh persen dari anggaran pendapatan dan belanja negara
serta anggaran pendapatan dan belanja daerah untuk memenuhi kebutuhan
penyelenggaraan pendidikan nasional.
Meningkatnya
jumlah sekolah dan perguruan tinggi serta bertambahnya kesadaran pendidikan
setiap tahunnya harusnya berbanding lurus dengan kualitas manusia yang
dihasilkan. Namun faktanya, pertumbuhan jumlah lulusan dasar, menengah sampai perguruan
tinggi belum menampakkan perubahan yang signifikan terhadap pembangunan
manusia. Secara keseluruhan mutu pendidikan di Indonesia yang terlihat masih
mengalami kemandulan. Peningkatan kuantitas dengan kualitas yang dihasilkan
masih mengalami kesenjangan yang sangat jauh dari apa yang diharapkan.
Kondisi
pendidikan di Indonesia yang demikian memprihatinkan memberikan tantangan besar
kepada pemerintah untuk meramu formula yang lebih tepat demi memajukan
pendidikan di tanah air. Indonesia harus membuka mata batin dan belajar dari
negara lain yang berhasil mempraktikkan pendidikan terbaik mereka tanpa harus memanufer
tujuan pendidikan yang dicita-citakan leluhurnya. Dalam ungkapan Ki Hajar
Dewantara “kemajuan sebuah bangsa terletak pada pendidikan dan para generasi bangsa
itu sendiri”. Baginya, pendidikan merupakan lokomotif yang bisa menghantarkan
bangsa ini menjadi bangsa yang bermartabat, sejahtera dan merdeka yang
seutuhnya secara lahir batin.
Tujuan
pendidikan yang diharapkan Ki Hajar Dewantara secara garis besarnya adalah menciptakan
manusia yang beradab, bukan pendidikan yang terus mengalami kemunduran dan
kemerosotan. Bukan pendidikan dengan beragam kelengkapan administrasi yang
menyibukkan sehingga mengenyampingkan substansi pendidikan itu sendiri. Bukan
pendidikan yang mengejar angka tinggi semata sebagai patokan prestasi tapi lupa
pembentukan karakter sebagai identitas bangsa itu sendiri. Bukan pendidikan
yang hanya bisa mengeluarkan slogan-slogan imajinatif tapi tong kosong.
Pendidikan harus mampu menjadi lokomotif membentuk karakter dan moral generasi
bangsa karena amat sangat disayangkan jika dengan pendidikan justru malah
mengaburkan bahkan melenyapkan moral dan karakter generasi.
Betapa
pentingnya pendidikan diperhatikan, dikembangkan dan terus dievaluasi karena menurut
Yudi Latif beragam masalah yang tengah dihadapi bangsa Indonesia saat ini dari
berbagai bidang, sangat ditentukan oleh kemajuan pendidikan itu sendiri. Indonesia
diibaratkan seperti kereta yang ditarik beberapa kuda, kecepatannya tidak
ditentukan oleh kuda yang berlari paling kencang tapi dipengaruhi oleh kuda
yang berlari paling lambat. Begitupun dengan Indonesia, kemajuannya ditentukan
oleh pendidikan. Jika pendidikan berjalan lambat atau bahkan stagnan, maka
bidang yang lainpun ikut terhambat, begitupun sebaliknya.
Kenyataan
yang ada menyisakan pertanyaan, sudahkah terwujud Merdeka Belajar yang terus dinyaringkan
oleh pemerintah saat ini, ataukah kita masih terjebak dan tertatih merangkak dalam
taraf Belajar Merdeka?. Seyogianya Hari Pendidikan Nasional dijadikan pengingat
untuk mewujudkan Pendidikan yang sebenarnya, bukan hanya sekedar momentum untuk
merayakan euforia dengan beragam kata-kata indah.
“Pendidikan
memiliki kekuatan untuk melakukan perubahan guna membangun bangsa secara sistematis
dan sistemik ke arah yang lebih baik dengan cara melihat kekeadaan yang tidak
dikehendaki saat ini dan kemudian menentukan tujuan serta langkah yang
dibutuhkan untuk mewujudkan masyarakat yang dikehendaki di masa yang akan datang
sebagai koreksi terhadap kesalahan yang telah diperbuat di masa lalu dan
harapan digantungkan agar kehidupan yang akan datang lebih menyenangkan, lebih
demokratis, lebih merakyat dan lebih manusiawi dibanding yang ada sekarang.”
(Dewantara I, 2004)
Hardiknas,
02 Mei 2021
Silahkan kunjungi laman di sini.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar